Jumat, 16 Desember 2011

MARHALAH JATI DIRI

Oleh : AHFI309

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.“ (Q.S Al-Anfal[8]:2-4).

Ikhwani wa akhwati fillah, Allah azza wa jalla telah membuat kriteria yang jelas bagaimanakah pribadi mukmin. Seperti yang tersirat dari ayat diatas, seseorang yang telah memiliki keimanan yang mendalam ia takkan pernah ragu untuk mempersembakan jiwa raganya, hartanya, karena ada makna yang lebih berharga dari sekedar dunia dan seisinya.

Kita semua telah banyak mendengar dan mengetahui kisah para shahabat, mereka dalam perjalanan meniti karir sebagai pengemban risalah tak henti-hentinya berjibaku dengan ujian. Bagaimana tidak, sebut saja seorang Amr ibnul Jamuh misalnya, dengan kaki yang cacat ia tetap berangkat ke medan pertempuran setelah sekian kali Rasulullah tidak mengizinkannya. Namun dengan tekadnya yang bulat, akhirnya hati Rasulullah luluh dan mengizinkan Amr untuk ikut berjihad hingga pada akhirnya ia syahid di Uhud. Dan masih banyak kisah kepahlawanan dari para shahabat yang lain.

“Kader adalah rahasia kehidupan dan kebangkitan. Sejarah umat adalah sejarah para kader militan dan memiliki kekuatan jiwa dan kehendak. Sesungguhnya kuat lemahnya suatu umat diukur dari sejauh mana umat tersebut dalam menghasilkan kader-kader yang memiliki sifat kesatria...“ (Risalah Hal Nahnu Qaumun Amaliyun).

Sifat kesatria yang muncul pada tiap-tiap pribadi tentunya dapat hadir ketika manusia telah melewati marhalah jati diri.

1. Kepahaman Integritas Diri

Setiap makhluk ciptaan sudah selayaknya sadar bahwa ada Pencipta alam semesta, raja dari segala sesuatu, yang berhak di sembah oleh segala sesuatu.

Suatu ketika saat sedang makan dengan para sahabat, Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabat mengenai sikap duduk dan makannya, “Wahai Rasulullah mengapa engkau bersikap seperti itu?“. Jawab Rasulullah, “Sesungguhnya kita adalah hamba, maka bersikaplah layaknya seorang hamba“.

Apa yang telah diucapkan oleh Rasulullah merupakan pancaran kefahaman akan siapa dirinya, untuk apa kehidupannya, dan apa yang harus dilakukannya. Dengan kefahaman, maka akan kita temui hakikat sebuah integritas diri.

2. Bersandar pada petunjuk dan tuntunan

Setelah manusia memahami hakikat hidupnya, maka bersegeralah ta’at pada syari’at-Nya. Bagaikan burung-burung yang beribadah dengan terbangnya, ikan-ikan dengan berenangnya, pohon-pohon dengan tumbuh dan buahnya, malaikat-malaikat dengan tugas dan tahmidnya, maka kita yang tinggal diatas bumi-Nya telah diberikan syari’at untuk menyembah dan bersyukur pada-Nya.

Al-Qur’anulkarim dan as-Sunnah telah dihadirkan untuk membimbing manusia ke jalan keselamatan.
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah Kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?“ (Al-anbiya[21]:10)

Dengan bersandar pada apa-apa yang telah Allah gariskan pada kita, kesesuaian antara hakikat idealita dengan realita akan terwujud.

3. Amal nyata

“Jenazah seseorang akan diantar oleh tiga hal (ke kuburnya) yang dua pulang dan yang satunya lagi tinggal bersamanya. Ia diantar oleh keluarganya, hartanya, dan amal perbuatannya, maka pulanglah keluarganya dan hartanya, sedangkan amal perbuatannya menetap bersamanya.“ (HR. Bukhari).

Amal merupakan marhalah (tingkatan) berikutnya setelah kita paham siapa diri kita, untuk apa hidup kita, dan apa yang harus dilakukan dengan bersandar pada syari’at Allah. Seorang manusia yang menjadi manusia adalah bila potensi yang telah dikaruniakan dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Bukanlah manusia bila kita melihat ada jasad tanpa adanya ruh yang menggerakkan organ tubuhnya. Bukan pula manusia bila hanya ada ruh saja tanpa jasad. Dan bukanlah manusia bila ia memiliki jasad dan ruh namun ia tidak pernah berfikir, bekerja, dan berusaha.

Sebagai wujud dari dua tahapan sebelumnya, maka hakikat amal adalah dakwah itu sendiri. Dakwah adalah pilar utama umat terbaik, dakwah adalah hakikat dari diutusnya para nabi dan rasul, dakwah merupakan jalan bagi terciptanya penghuni bumi yang tunduk dan patuh pada Robbul’alamin.
“Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Al Imran [3]: 164)

4. Teguh Pendirian dan Istiqomah

Setelah kita tahu, sadar, paham, dan yakin bahwa apa yang dijalani, yaitu Islam sebagai solusi yang sempurna, rahasia kemuliaan, dan kunci kejayaan. Wahai generasi Robbani, pancangkanlah dalam hati dengan sekuat-kuatnya agar tidak mudah goyah oleh hantaman, cacian, ujian, dan serbuan pemikiran.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Al imran[3]:139)

Keteguhan akan memunculkan kekuatan, kekuatan akan menghadirkan keberanian, dan keberanian akan memancarkan tekad yang kuat dalam mengemban amanah.

Hidup tak hanya sekedar sekejap mata, begitu pula amanah yang harus ditunaikan. Diperlukan konsistensi dari tingkat keimanan atau keistiqomahan, dan salah satu ciri dari istiqomah ialah selalu memperbaiki diri dari waktu ke waktu tanpa henti, muhasabah, dan muqorobah (mendekatkan) diri pada Allah azza wa jalla.

Ayyuhal ikhwah rohimakumulloh, setiap amanah harus ditunaikan tak terkecuali diri kita sebagai hamba dan umat, diri dan orang lain, da’i dan mad’u, pemimpin dan yang dipimpin, karena Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S Al-Anfal[8]: 27)

Semoga ini dapat menjadi sarana pembaruan dan pengembalian komitmen kita. Sebagai evaluasi dari aktivitas yang telah dilakukan, yang baik tetap dipertahankan dan yang buruk diperbaiki, serta yang sia-sia ditinggalkan. Agar kehidupan kedepan dapat terwujud lebih produktif, professional, dan berkualitas.

Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba yang di rahmati dan di ridhoi. Amin. ALLAHU AKBAR….!

Wallahu a’lam bishshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar